Kamis, 08 April 2010

Kasus HPTK 2

hukumonline.com Masuk Daftar Tentang Kami|Produk dan Jasa Awal | Berita |
Peraturan | Klinik | Hukumpedia | English Version! (11/02) Saldi Isra, Guru
Besar Tetap Univesitas Andalas
(11/02) PN Jaksel Bacakan Vonis Antasari cs
(10/02) Kejaksaan Pastikan Gugat Perdata Kasus Korupsi Asabri
(10/02) Harta Tiga Menteri Rp4 Milyar Lebih
(10/02) Dasar Pembentukan Majelis Pemeriksa Dipertanyakan
--- Pilih --- Artikel Klinik Peraturan Sebelum PHK, Perusahaan Harus Punya
Putusan Pidana
[Jumat, 15 February 2008]
Kuasa hukum pekerja menyatakan keputusan perusahaan untuk melakukan PHK telah
melanggar beberapa aturan dan putusan MK tentang ketenagakerjaan.

Perseteruan antara perusahaan PT Huntsman Indonesia (Huntsman) dengan Sabar
Siregar mendekati babak akhir. Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan
Hubungan Industrial (PHI) Jakarta pada Kamis (14/2), kedua pihak menyerahkan
berkas kesimpulan masing-masing kepada majelis hakim yang diketuai Heru Pramono.


Sekedar mengingatkan, sengketa antara Huntsman dengan Sabar di PHI terkait
dengan perselisihan PHK. Huntsman berniat memecat Sabar yang dianggap telah
menyalahgunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Saat itu Huntsman
mengkualifisir tindakan Sabar sebagai pelanggaran berat yang bisa langsung
dipecat tanpa adanya surat peringatan terlebih dahulu. Disnakertrans Jakarta
Timur sebagai mediator menganjurkan agar Huntsman memutus hubungan kerja dan
membayarkan uang pisah kepada Sabar sebesar sebulan gaji.

Di dalam kesimpulannya, Sabar melalui kuasa hukumnya, Johnson Siregar menyatakan
tindakan pemecatan yang dilakukan Huntsman adalah bentuk arogansi dan
kesewenang-wenangan perusahaan. Betapa tidak, menurut Johnson, dalam perkara ini
Huntsman dianggap menabrak beberapa ketentuan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan.

Ditambahkan Johnson, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 012/PUU-1/2003
menjelaskan bahwa keberadaan Pasal 158 UU No 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan -yang memungkinkan perusahaan bisa langsung melakukan PHK buruh
ketika dianggap melakukan pelanggaran berat berupa tindak pidana- sudah
dibatalkan dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Artinya, buruh yang di-PHK karena dianggap melakukan pelanggaran berat, harus
dibuktikan terlebih dulu dengan putusan pidana. Perusahaan tidak boleh mem-PHK
sebelum mengantongi putusan itu, kata Johnson. Selain putusan MK, Johnson
menggunakan Surat Edaran Menakertrans bernomor SE-13/MEN/SJ-HK/I/2005 sebagai
dasar argumennya.

Pada poin 3 huruf a Surat Edaran Menteri itu disebutkan bahwa pengusaha yang
akan melakukan PHK dengan alasan pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (eks
Pasal 158 ayat (1)), maka PHK dapat dilakukan setelah ada putusan hakim pidana
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dihubungi melalui telepon pada Kamis (14/2), Kemalsyah Siregar, kuasa hukum
Huntsman membantah tudingan yang menyebutkan bahwa pihaknya telah melanggar
peraturan dalam mem-PHK Sabar. Dijelaskan Kemal, Huntsman tidak pernah menuduh
Sabar melakukan kesalahan berat dalam konteks pidana seperti pencurian atau
penggelapan. Sabar kami nilai telah melakukan kesalahan dengan menyalahgunakan
fasilitas perusahaan yang terdapat di dalam Pasal 59.2 (e) Perjanjian Kerja
Bersama (PKB) yang berlaku di Huntsman, jelasnya.

Pernyataan Kemal ini yang dikritik Johnson. Seperti tertuang dalam berkas
kesimpulannya, Johnson menerangkan bahwa selain Pasal 59.2 (e), Sabar juga
dianggap melanggar Pasal 64 Ayat (3) PKB yang berbunyi mencuri, memalsukan
dokumen, menipu, penggelapan dan atau kejahatan lainnya. Mereka tidak pernah mau
mengakui bahwa dasar pemecatan Sabar adalah juga dengan pasal 64 Ayat (3) ini.
Mereka tahu bahwa posisi mereka lemah kalau ketahuan menggunakan pasal ini dalam
memecat.

Terlepas dari perdebatan Kemal dan Johnson, berdasarkan catatan hukumonline,
penafsiran hakim PHI atas putusan MK dan surat edaran Menakertrans ternyata
belum seragam. Dalam perkara Nudin melawan PT Wisma Bumputera misalnya. Nudin
yang dianggap melakukan penganiayaan terhadap rekan kerjanya akhirnya di-PHK
melalui putusan PHI Jakarta. Padahal saat itu belum ada putusan pidana yang
menghukum Nudin bersalah.

Skorsing tak berujung
Pada bagian lain kesimpulannya, Johnson kembali menguraikan bentuk arogansi dan
kesewenang-wenangan Huntsman yang telah melakukan skorsing selama lebih kurang
sepuluh bulan sejak Maret 2007 lalu. Padahal, mengacu pada Pasal 62 Ayat (3)
PKB, disebutkan bahwa skorsing dilakukan untuk jangka waktu paling lama 6 bulan.
Ini apa lagi kalau bukan bentuk arogannya perusahaan? Masa PKB-nya sendiri
dilanggar juga? geram Johnson.

Mengenai hal itu, Kemal kembali membantah. Ia mengaku telah mengirimkan surat
kepada Sabar yang isinya memberitahukan perubahan status skorsing. Kami sudah
sampaikan surat, bahwa status skorsing diubah menjadi skorsing dalam proses PHK
sebagaimana diatur dalam Pasal 155 Ayat (3) UU Ketenagakerjaan, jelasnya.

Hakim Heru Pramono menunda persidangan hingga sepekan mendatang (21/2) dengan
agenda pembacaan putusan.

IHW


3 tanggapan | masukan tanggapan
Kirim Tanggapan





Nama Lengkap
Email
Judul
Tanggapan


Tanggapan


icontitle
putusan 21 February 2008
[22.02.08 16:36] - berdasarkan putusan yang di bacakan Bapak Hakim
Ketua PHI Heru pada perkara 281 atas gugatan PT. Huntsman. telah
diputuskan ditolak dan skorsing di cabut. Konsekwensinya sekarang
adalah Huntsman mau kasasi atau terima putusan. Jika terima putusan
belarti Pejabat yang mengkreate permasalahan harus bertangung jawab
dan mundur secara moral karena bukan melindungi karyawan malah
mereka mencoba untuk mencelakai dan menjebak karyawan untuk di
proses PHK. Catatan lainnya coba untuk reporter cari tau berapa
biaya yang telah dihabiskan Huntsman untuk menganyang seorang
karyawan dengan proses PHK ini?????? berapa kerugian perusahaan
untuk pemuasan oknum pejabat Huntsman ini?.
sabar Edward Yansen

Siapa Yang Tahan Berusaha
[23.02.08 12:58] - Posisi Pengusaha Di Republik ini terutama
menghadapi masalah PHK pasti dipihak yg lemah. Coba disimak
keputusan diatas, sudah benar2 siregar salah mempergunakan fasilitas
dgn sewenang2 dgn bukti2 yg ada tetapi tidak bisa di-PHK. kemudian
Surat Edaran lebih tingggi dari UU, kalau begitu untuk apa dilakukan
rapat2 utk merancang UU kalau memang lebih tinggi dari Surat Edaran
menteri. Inikan aneh .
KP3KN

Comment dikit
[29.08.08 16:45] - comment aja buat comment pak KP3KN diatas, gak
ada yang aneh koq pak,.. kalau baca artikel jangan setengah2 makanya
udah jelas selain Surat Edaran di artikel juga bilang koq kalau
Pasal 158 itu dicabut dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
bernomor 012/PUU-1/2003..SE itu dipakai penggugat cuma sebagai
penguat dasar hukum gugtannya kan.. kecuali bapak mau membantah
kalau MK tidak punya kewenangan untuk melakukan uji materil
sebagaimana yang dimuat dalam UU No. 24 tahun 2003.. filosofi utama
hukum perburuhan emang pihak pekerja pasti posisinya di bawah
pengusaha koq pak..jangan membolak2in doktrin hukum yang udah lama
dipakai lah...
damned





1 2 3 4

Berita Terbaru
[11/02/10] Capaian Polri di 2014 Bukan Sekedar Retorika
[11/02/10] Yurisprudensi Kalah Kuat Dibanding Undang-Undang
[10/02/10] Komisi II Beri Tenggat Seminggu Kepada KPU dan Bawaslu
[10/02/10] Pansus Minta Bank Mutiara Kembalikan Dana Nasabah
[10/02/10] Praperadilan Kandas, Pemohon Berencana Mengadu ke KY
[10/02/10] Penyidikan Ulang Kasus Munir Langgar Hak Asasi Muchdi?
[10/02/10] Myra Diarsi Bakal Layangkan Gugatan ke PTUN
[10/02/10] Enam Calon Anggota Badan Supervisi BI Diuji
[10/02/10] Menang Praperadilan, Ditjen Pajak Lanjutkan Penyidikan Kasus KPC
[10/02/10] Pendapat Hukum MA Jangan Reduksi Independensi
Bagaimana menetralisir dampak negatif ASEAN CHINA FREE TRADE yang telah berlaku
pada 1 Januari 2010 ? Temukan jawabannya dalam Seminar Hukumonline 2010 : PERAN
HUKUM INDONESIA DALAM MENETRALISASI DAMPAK NEGATIF ASEAN-CHINA FREE TRADE AREA
(ACFTA)
Bagaimana pendapat hakim, jika kontrak komersial diajukan pembatalannya karena
melanggar kewajiban berbahasa Indonesia? Bagaimana pengaturan lebih lanjut
mengenai kewajiban tersebut di dalam perpres?
Mengetahui urgensi pedoman pelaksana pasal 26 UU No. 5 Tahun 1999 tentang
Pre-notifikasi Jabatan Rangkap dan dampaknya bagi pelaku usaha
Nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi
pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga
negara Indonesia, Bahasa Indonesia wajib digunakan
<< >>
S M T W T F S


Hari ini adalah 11 February 2010

Tidak ada komunitas

I Home I Tentang Kami I Kode Etik I Mitra Kami I
Informasi yang tersedia di www.hukumonline.com tidak ditujukan sebagai suatu
nasehat hukum,
namun hanya memberikan gambaran umum terhadap suatu informasi atau permasalahan
hukum yang sedang dihadapi.
Akses dan penggunaan situs ini tunduk pada Syarat dan Ketentuan © 2009
Close

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KLIKPTC

KLIKAJADEH

Program Bisnis